BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seni
budaya adalah ilmu pengetahuan yang objek atau bahan ajarnya adalah kebudayaan,
baik di negara, mancanegara maupun di kanca internasional. Seni budaya mencakup
semua kebudayaan, baik itu tradisi, tarian, alat musik, lagu, drama dan
lain-lain sebagainya.
Di samping
itu, seni budaya merupakan suatu ikatan yang tidak bisa di pisahkan. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Sartono Kartodirdjo yang mengemukakan bahwa “Seni
budaya merupakan sistem yang koheren karena seni budaya dapat menjalankan
komunikasi efektif, antara lain dengan melalui satu bagian saja dapat
menunjukkan keseluruhannya”.
Mengingat pentingnya
peranan seni budaya maka pengajaran seni budaya di berbagai jenjang pendidikan
baik formal maupun informal perlu mendapat perhatian khusus. Salah satu cara
untuk dapat melestarikan kebudayaan di Indonesia adalah dengan mengadakan
observasi ke beberapa wilayah dan mencatat beberapa informasi yang di dapat
dari para narasumber guna untuk mempelajari dan melestarikan kebudayaan di
Indonesia.
Pada zaman
sekarang ini banyak generasi muda yang tidak tahu dan tidak mau tahu dengan
budayanya sendiri, mereka lebih tahu tentang budaya asing seperti musik rock,
jazz, hip hop dan lain-lain. Sedangkan kebudayaan sendiri mereka lupakan bahkan
sampai mereka tinggalkan. Salah satunya batang hari sembilan, banyak anak muda
di Sumatera Selatan yang tidak tahu dan tidak mau tahu dengan kebudayaan itu.
Bahkan kalau pun ada orang yang tahu tentang batang hari sembilan itu pasti
hanya orang-orang tertentu saja.
B.
TUJUAN
Tujuan observasi ini adalah sebagai
berikut :
a. Agar masyarakat termasuk generasi
muda dapat lebih mengenal, mempelajari dan melestarikan kebudayaan di
Indonesia.
b. Dapat memberikan motivasi kepada
masyarakat untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia.
c. Agar masyarakat lebih mencintai dan
menyukai kebudayaan sendiri dibandingkan kebudayaan asing yang sifatnya tidak
cocok dengan negara kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Batang
hari sembilan adalah istilah untuk irama musik dengan petikan gitar
tunggal yang berkembang di Wilayah Sumatera Bagian Selatan. Dalam pengertian
yang lebih luas, Batang Hari Sembilan adalah kebudayaan yang berbasis pada
sungai. Kebudayaan ini adalah kebudayaan agraris yang selaras dengan alam.
Musik yang diekspresikan dari budaya ini bernuansa romantik, melonkolik dan
naturalistik. Kebudayaan sungai ini dapat ditunjukkan dari pola pemukiman
masyarakat asli yang berjajar di pinggir sungai. beberapa peralatan hidup seperti
transportasi dan alat pengolahan padi (antan
delapan) juga digerakkan oleh arus sungai.
B.
SEJARAH
DAN PENJELASAN BATANG HARI SEMBILAN
Pengambilan nama Batang Hari Sembilan
itu sebenarnya mengikut kepada adanya 9 anak sungai Musi. Sungai Musi merupakan
sungai terbesar di daerah ini yang membelah kota Palembang menjadi dua bagian.
Sebutan Batanghari Sembilan, suatu istilah "tradisional" untuk
menyebut sembilan buah sungai besar yang merupakan anak Sungai Musi, yakni :
Klingi, Bliti, Lakitan, Rawas, Rupit, Lematang, Leko, Ogan, dan Komering.
Pendapat lain mengatakan konsep atau istilah Batanghari Sembilan, mengacu ke
wilayah, adalah sebutan lain dari kawasan Sumatra Bagian Selatan (Sumsel, Jambi, Lampung, Bengkulu) yang memiliki
sembilan sungai (batanghari) yang berukuran besar. Batanghari dalam beberapa
bahasa lokal di Sumsel, misalnya saja bahasa Rambang (Prabumulih) atau bahasa
Bindu (Kecamatan Peninjauan) berarti sungai, bersinonim dengan kali (Jawa) atau
river (Inggris). Pada perkembangan selanjutnya, batanghari sembilan juga
bermakna budaya, yaitu budaya batanghari sembilan, di antaranya adalah musik
dan lagu batanghari sembilan (selanjutnya batanghari sembilan). Secara garis
besar musik dan lagu batanghari sembilan adalah salah satu genre seni musik
atau lagu daerah yang berkembang di Sumatera Selatan layaknya di daerah lain
Indonesia.
Dari contoh diatas kita tahu bahwa bahasa yg digunakan
adalah bahasa Melayu dengan dialek Batang Hari Sembilan. Bahasa ini adalah
bahasa umum digunakan oleh masyrakat SUMBAGSEL (Sumatera Bagian Selatan) yg
meliputi Jambi, Sumsel, lampung dan Bengkulu. Untuk diketahui juga bahwa tidak
semua daerah wilayah
Sumbagsel menggunakan bahasa tersebut
sebagai bahasa sehari-hari,
melainkan sebagian besarnya saja. Misalnya untuk Propinsi Bengkulu, yg
menggunakan bahasa tersebut hanya di Kecamatan Padang Guci, Kecamatan Kinal dan
Kecamatan Kedurang yg berada di Wilayah Bengkulu Selatan. Di kecamatan-kecamatan itulah lagu
Batang Hari sembilan dibawakan dengan menggunakan bahasa melayu seperti diatas.
Sedangkan untuk provinsi sumsel
Lagu Batang Hari Sembilan digunakan secara lebih luas. Karena mungkin asal usul
penyebarannya dulu dari wilayah Sumsel.
C. ALAT DAN TEMBANG
Alat yang dipergunakan untuk mengiringi
tembang, di masa lalu masyarakat memiliki alat-alat musik tradisional seperti
Serdam, Ginggung, Suling, Gambus, Berdah dan Gong alat tersebutlah yang mengikuti
rejung atau tembang atau adakalanya mereka melantunkan tembang tanpa alat dan
tanpa syair “meringit”. Selain ini adalagi sastra lisan seperti guritan,
andai-andai, memuning dan lain-lain saat ini sudah langka yang dapat
melakukannya. Dengan kemajuan yang dilalui, masyarakatnya berinteraksi dengan
peralatan moderen, menyebabkan alat tradisional tersebut bertambah atau
berganti alat-alat baru seperti Accordion (ramanika), Biola (piul) dan Guitar (gitar). Sejak
tahun enam puluh-an didominasi oleh Gitar Tunggal
( hanya
mempergunakan dan hanya satu gitar saja ) untuk mengiringi tembang. Tembang
tersebut biasanya hanyalah berupa Pantun empat kerat
bersajak a-b a-b, bahasa yang dipergunakan adalah bahasa melayu. Sekedar contoh
dalam lagu batang hari sembilan bait Syairnya adalah seperti ini: Kain abang
bejait tangan, Belapik tika batang padi, Ghimbe kuang bukan alangan, Kalu
Kendaan kan di jalani.
Kalau kita terjemahkan secara bebas ke
dalam bahasa Indonesia
maka artinya seperti ini: Kain merah dijahit tangan, Beralas tikar batang padi,
Hutan rimba lebat bukan halangan, Kalau kemauan akan dijalani.
Lagu batang hari sembilan seringkali dibawakan oleh anak
bujang sambil berjalan berkunjung ke rumah gadis dari dusun ke dusun dengan
diiringi oleh gitar tunggal. Disebut gitar tunggal karena biasanya cocoknya dan
mudahnya diiringi oleh satu gitar. Sambil berjalan di kesunyian malam di masa lalu,
bujang-bujang membawakan
lagu batang hari sembilan yang umumnya berkisah tentang romantika kehidupan
bujang dusun pada masa itu.
Saat ini
lagu batang hari sembilan bukan hanya untuk bersenandung melepas kepenatan
hidup atau untuk merayu sang gadis pujaan, tapi juga sebagai suatu profesi dan
seni pertunjukan. Pertunjukan musik batanghari sembilan, kadangkala menampilkan
satu-dua penyanyi yang melantunkan pantun bersahut, dengan iringan petikan
gitar tunggal. Sesuai dengan pengaruh riak aliran batanghari sembilan,
musik ini memiliki irama yang meliuk-liuk dengan lirik berupa pantun bersahut
yang panjang dan bersambungan, mirip panjangnya aliran sungai.
D.
NUANSA ESTETIKA
Irama dan nada yang muncul
dari tembang atau rejung itu memiliki nuansa estetika natural, dalam arti membawakan
suara alam semesta yang pada dasarnya jarang orang tidak dapat
mengapresiasinya. Nuansa estetika natural ini tidak hanya sekedar memenuhi
konsumsi pemikiran energis, melainkan lebih kepada unsur qalbu sentimental.
Jiwa insaniah yang terdalam
dapat diraih, maka kadang-kadang tidak mengherankan jika unsur pemikirian tidak
terlalu dominan sehingga dapat memberi celah hidup dalam hati, di situlah letak
dari tembang ini. Tentu saja sasarannya adalah manusia yang masih hidup secara
batiniahnya.
E.
GITAR
TUNGGAL
Istilah
gitar tunggal dalam konteks batanghari sembilan relatif baru, diperkirakan
muncul sekitar tahun 1950-an. Sebelum muncul istilah ini, dikenal dengan
“Petikan Dawi”. Dawi adalah nama pemetik gitar tunggal yang berasal dari daerah
Besemah. Penyebutan gitar tunggal karena biasanya diiringi satu alat petik
(gitar, gitar tunggal identik dengan musik batanghari sembilan itu sendiri).
F. NADA GITAR TUNGGAL
Secara
teoritis, teknik memetik gitar tunggal batang hari sembilan umumnya pentatonis
(bertangga nada lima, bandingkan dengan musik produk Barat yang umumnya
diatonis; bertangga nada tujuh). Petikannya dominan memanfaatkan melodi bas
(senar 4, 5, dan 6). Setiap ganti lagu, acapkali, pemusik nyetem(menyetel)
gitarnya sehingga menghasilkan irama yang berbeda. Dari delapan nada dasar pada
gitar, kerap hanya mengandalkan lima nada. Nada-nada itu dipadukan secara
pentatonis, mirip gamelan atau ketukan perkusi yang ritmis dan agak monoton,
baik melodi maupun harmoni.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hasil observasi yang kami lakukan
selama beberapa minggu telah menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu bahwa
melakukan observasi tentang kebudayaan di Indonesia sangat penting karena
dengan begitu kita dapat mempelajari kebudayaan tersebut bahkan bukan hanya
mempelajari tapi juga dapat mempraktekkannya guna melestarikan kebudayaan di
Indonesia.
Contohnya adalah kebudayaan batang
hari sembilan, kami bukan hanya mencoba mempelajari tapi juga ikut mempraktekkannya
agar kebudayaan tersebut berkembang dan tidak punah seiring dengan perkembangan
zaman dan perubahan waktu.
B.
SARAN
Masyarakat di Indonesia termasuk
generasi muda sekarang telah banyak yang melupakan kebudayaan sendiri. Mereka
lebih suka melihat dan mempelajari kebudayaan asing yang pada dasarnya tidak
cocok dengan budaya kita. Oleh karena itu, perlu di adakan observasi dan
seminar tentang kebudayaan di Indonesia yang sifatnya mengajak masyarakat
termasuk generasi muda untuk mempelajari dan mempratekkan kebudayaan sendiri
guna untuk melestarikan kebudayaan di Indonesia. Jangan sampai kebudayaan yang
menjadi identitas negara kita di ambil oleh negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar